Muhammad Asyrofi Al-Kindy
Pendidikan Geografi, Fakultas
Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang
Abstrak:Sayuran tanpa
garam akan hambar rasanya. Secara diam-diam garam telah merasuk dalam kehidupan
manusia. Mulai dari makan, mandi, dan alat-alat yang digunakan manusia semuanya
diproduksi dengan menggunakan garam. Umumnya garam digunakan dalam industri
makanan, namun sebenarnya garam adalah bahan kimia dasar yang digunakan untuk
memproduksi barang-barang lainnya. Indonesia sebenarnya berpotensi besar dalam
memproduksi garam, apalagi panjang pantai negara ini melebihi tinggi gunung
Everst. Namun pengelolaan industri garam rakyat di Indonesia sangatlah buruk
sehingga garam yang seharusnya bisa menjadi “emas putih” justru terbuang
sia-sia
Kata Kunci: Garam,
Produksi, Potensi, Faktor, Pemberdayaan
Indonesia secara
astronomis terletak di antara 6o LU-11o LS dan
95o BT-141oBT sehingga Indonesia beriklim tropis
dengan karakteristik suhu udara rata-rata tinggi, karena matahari selalu
vertikal. Umumnya suhu udara antara 20–23o C. bahkan di
beberapa tempat rata-rata suhu tahunannya mencapai 30oC (Sridianti,
2014). Karakteristik tersebut selaras dengan optimalisasi salah satu proses
dalam pembuatan garam yaitu penguapan (evaporasi). Indonesia juga berbentuk kepulauan sehingga
memiliki banyak pantai. Berdasarkan survei terbaru dari Badan Informasi
Geospasial (BIG), panjang garis pantai indonesia ialah 99.093 km. Data ini
melebihi panjang yang diumumkan PBB pada tahun 2008 lalu — 95.181kilometer.
Atau bahkan dari angka yang sering dipergunakan berbagai pihak
sebelumnya — 81.000 kilometer. (nationalgeographic.co.id, 2013). Jika
metode konvensial pembuatan garam bisa menghasilkan ± 70 ton /km2/tahun,
maka dapat kita estimasi, potensi produksi garam Indonesia secara kasar adalah
6.936.510/tahun (kemenperin.go.id, 2014)
Ironisnya, Indonesia sampai saat ini masih mengimpor
garam, kebutuhan garam terutama untuk industri diperoleh dari luar negeri.
Mereka menganggap garam produksi rakyat Indonesia masih berkualitas rendah dan
tak sesuai dengan spesifikasi industri. Mereka kurang peduli akan peningkatan
kualitas garam rakyat Indonesia, tapi mereka menggunakan cara pintas untuk
memenuhi kebutuhan industri melalui impor garam. Seandainya potensi pantai dan
petani garam Indonesia diberdayakan dengan baik dan benar, maka dapat
dipastikan negara kita dapat sejahtera meskipun bermodalkan garam.
Penyebab Rendahnya Kualitas dan
Kuantitas Garam Indonesia
Mengapa garam buatan Indonesia kualitasnya rendah? Mengapa
kadar NaCl garam Indonesia paling bagus hanya 80 persen, padahal garam impor
kadarnya di atas 97 persen?
Salah satu penyebab rendahnya kualitas garam kita adalah
cepatnya petani dalam memanen garam, yakni 3 - 4 hari. Padahal untuk mencapai
kadar NaCl setara garam impor, air laut harus dikeringkan selama 15 - 20 hari.
Faktor lokasi dan alam juga berpengaruh terhadap kualitas garam. Untuk menghasilkan
garam kelas satu memang tak mudah. Air
laut yang digunakan harus memiliki kadar garam tinggi. Pantainya juga harus
jauh dari muara sungai sehingga airnya bisa jernih. Selain itu, pasang
surut air laut yang mencapai permukaan daratan tidak lebih dari 2 m. Begitu
juga dengan pantai/daratan sebagai ladang penggaraman utama harus
berada setinggi sekitar 3 m di atas
permukaan laut, agar air laut tidak merembes ke dalam tanah ladang.
(Intisari November 2011)
Faktor berikutnya adalah kita masih tertumpu pada produksi
garam di Jawa dan Madura, padahal musim kemarau di kedua daerah tersebut
berkisar antara 4-6 bulan. Sedangkan potensi produksi garam di Indonesia
sebelah timur yang memiliki periode musim kemarau lebih panjang yakni 8 bulan
masih terabaikan.
Selain faktor
lokasi dan alam, kebanyakan pembuatan garam di Indonesia masih menggunakan
cara-cara tradisional(konvensional), yaitu proses
evaporasi atau penguapan air laut di dalam kolam penampungan.
Teknologi ini cukup primitif dalam industri pergaraman. Produksi secara massal
sangat terhambat akibat ketergantungan terhadap iklim amat tinggi. Metode
semacam ini justru hanya menghasilkan garam untuk dapur dan meja
makan, bukan untuk keperluan industri.
Solusi
Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Garam Indonesia
Rendahnya
kualitas garam produksi rakyat Indonesia sebenarnya mudah diatasi, metode yang
salah dalam proses produksi garam dapat diminimalisir dengan cara memberikan
penyuluhan kepada para petani garam, baik melalui BUMN yang mengurusi garam
seperti P.T Garam, melalui Kementrian Kelautan dan Perikanan ataupun melalui
lembaga swadaya masyarakat yang
bertujuan memperbaiki kehidupan petani garam seperti LSM KIARA(Koalisi
Rakyat untuk Keadilan Perikanan).
Melalui
penyuluhan, metode produksi yang salah seperti proses pemanenan garam yang
begitu cepat (3-4 hari) akan diperpanjang menjadi 12-15 hari sehingga kandungan
NaCl pada garam semakin meningkat, untuk mengatasi lamanya pemanenan garam maka
digunakanlah sistem tambak bertahap dimana masing-masing tambak dipanen tidak
secara bersamaan tapi bertahap dari tambak satu ketambak lainnya.
Sedangkan
untuk Faktor lokasi penguapan garam yang harus memenhi syarat, kita dapat
memodernisasi tambak-tambak garam sehingga dimanapun lokasinya, letak muara
sungai dan pengaruh pasang-surut tidak akan terlalu berpengaruh sehingga
kualitas garam akan tetap terjaga
. Untuk
meningkatkan kuantitas produksi garam, daerah-daerah Indonesia timur seperti
Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kepulauan Aru dan Kei, serta Papua
bagian Selatan yang memiliki musim kemarau lebih panjang dapat diberdayakan.
Pembangunan dan pemberdayaan industri garam rakyat didaerah tersebut bisa
menunjang produksi garam nasional sekaligus bisa membangun ekonomi daerah-daerah
itu serta mengurangi ketergantungan kita akan produksi garam yang selama ini
terpusat di Jawa dan Madura.
Faktor
teknologi produksi garam yang selama ini menjadi ganjalan dalam peningkatan
kualitas dan kuantitas garam dapat teratasi dengan cara mengadopsi
metode-metode pembuatan garam dari negara-negara maju seperti Jepang, disana
metode pembuatan garam hanya membutuhkan alat-alat yang sederhana dan murah
namun sangat efisien. Salah satu metode yang bisa diterapkan adalah metode “Sloping
salt-terrace method (Ryukashiki-enden)” atau bisa disebut Terasering
Garam. Dalam metode ini, air laut dipompa menuju terasering untuk diuapkan,
setelah konsentrasi garam dalam air sudah jenuh(brine), maka air laut akan
dipompa dan ditiriskan di rak bambu sampai mengkristal, garam yang sudah
mengering di bambu akan dikeruk dan dikumpulkan kedalam truk kemudian dibawa ke
pabrik untuk proses selanjutnya (Shiojigyo, 2007)
“Sloping salt-terrace method (Ryukashiki-enden)”
PENUTUP
Bagaikan luka disiram air garam,
begitulah keadaan industri garam rakyat di Indonesia. Bukannya memberdayakan
petani garam agar produk kita meningkat kualitas dan kuantitasnya, justru
pemerintah mengambil jalan pintas mengimpor garam yang secara langsung
merugikan petani garam. Seharusnya kita
lebih mengutamakan apa yang dihasilkan oleh negeri kita sendiri. Sebagai
akademisi, tugas kita ialah menerapkan ilmu-ilmu yang kita dapatkan di lingkup
sekolah kepada para rakyat yang belum pernah mengeyam pendidikan terutaama
kepada para petani garam yang tingkat pendidikannya sangatlah rendah. Dengan
adanya transfer ilmu dari akademisai kepada petani garam, tak dapat dipungkiri
bahwa suatu saat kita akan mencapai Swasembada Garam dan menjadi eksportir
garam terbesar di dunia, sehingga kita dapat terlepas dari belenggu
pertambangan yang sudah dikuasai oleh asing dan pembangunan Indonesia akan
lebih terakselerasi. Sehingga tercapailah apa yang dicita-citakan proklamator
kita Ir.Soekarno yakni “Berdaulat dalam Politik, Berdikari dalam Ekonomi dan
Berkepribadian dalam Kebudayaan”.
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Perindustrian, 2013. Kemenperin Dorong Produksi Garam dengan Inovasi. http://www.kemenperin.go.id/artikel/6022/Kemenperin-Dorong-Produksi-Garam-Dengan-Inovasi , (online)
diakses 3 Desember 2014.
Kementerian Perindustrian, 2013. Kita Mampu Capai Swasembada Garam, http://www.kemenperin.go.id/artikel/3259/Kita-Mampu-Capai-Swasembada-Garam, (online)
diakses 3 Desember 2014.
Kementerian Perindustrian, 2013. Industri Garam Dinilai Bermasalah, http://www.kemenperin.go.id/artikel/4168/Industri-Garam-Dinilai-Bermasalah , (online)
diakses 3 Desember 2014.
National Geographic Online, 2013. Terbaru: Panjang Garis Pantai Indonesia Capai 99.000 Kilometer, http://nationalgeographic.co.id/berita/2013/10/terbaru-panjang-garis-pantai-indonesia-capai-99000-kilometer , (online)
diakses 3 Desember 2014.
Shiojigyo (The Salt Industry Center of Japan), 2007. Salt Production Method : Major Salt
Concentrate Production Methods. http://www.shiojigyo.com/english/method/concentrate.html, (online)
diakses 3 Desember 2014.
Sridanti, 2014. Ciri
Iklim Tropis: Karakteristik Iklim Tropis. http://www.sridianti.com/ciri-ciri-iklim-tropis.html, (online)
diakses 3 Desember 2014.